Langsung ke konten utama

Contoh Naskah Dharma Wacana Memaknai Hari Raya Galungan

“MEMAKNAI HARI RAYA GALUNGAN”

Contoh Naskah Dharma Wacana Memaknai Hari Raya Galungan


OM SWASTIASTU

Ratu Singgih pedanda / Pandita yang sangat saya sucikan
Para Pinandita yang juga saya Muliakan
Bapak-bapak ibu-ibu, Umat Sedharma yang saya banggakan, dan yang saya cintai

Pada kesempatan yang berbahagia ini ijinkan saya menghaturkan Puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa/ Ida Bhatara Yang Berstana diPura ini, Karena Berkat Beliaulah kita dapat berkumpul dan hadir bersama-sama Umat Sedhara dalam acara merayakan Hari suci Kita yang jatuhnya setiap enam bulan sekali yaitu Hari Raya Galungan yang kita rayakan pada saat ini.

Hadirin Umat Sedharma yang berbahagia,

Galungan merupakan salah satu hari raya dan juga hari suci umat hindu yang dirayakan setiap enam bulan sekali ,tepatnya  pada Buda Kliwon ,Wuku Dunggulan. Galungan ini dirayakan oleh umat hindu secara istimewa, dimana perayaan ini merupakan perayaan hari kemenangan Dharma Melawan Adharma. Konon di India sebagai pusatnya Agama hindu ,terdapat pula perayaan seperti ini tetapi dengan nama lain ,namun secara inti philosofinya itu adalah sama. 

Ini menunjukan bahwa masalah budaya  tempat beradanya umat Hindu dalam merayakan Upacara itu, pastilah berbeda  tidaklah mesti harus sama, disesuaikan dengan Desa- Kala- Patra. Ini artinya bahwa agama Hindu Yang Ada didunia ini bentuk dan sifatnya sangatlah Universal. 

Hadirin, umat sedharma yang berbahagia

Secara Mitologi Didalam Lontar Usana Bali mengisahkan  bagaimana Seorang Raja Angkara murka, Yang bernama Mayadenawa, yang selalu berbuat Adharma tidak percaya dengan segala upacara Agama, bahkan  semua masyarakatnya dilarang melaksanakan  Upacara Persembahyangan Dibesakih. Akibat dari ulah Mayadenawa ini maka turunlah Bhatara Indra dengan Para pengiringnya, memerangi Mayadenawa, yang pada akhirnya Raja Mayadenawa beserta Punggawa-Patihnya Kalah dalam Peperangan. Nah kenapa saya sampaikan mitologi tersebut, karena kalau kita gali ajaran-ajaran hindu banyak sekali sumbernya dari Mitologi-Mitologi yang kadang-kadang tidak masuk akal, tetapi kalau boleh saya ungkapkan disini bahwa mitologi-mitologi yang ada memiliki nilai-nilai yang luhur dan memiliki makna yang begitu mulia. Salah satu contoh , Mitologi yang sangat sederhana sekali , Seperti ” Tidak Boleh Menduduki Bantal,karena bisa menyebabkan bisul”, Sing Dadi Negakin Galeng Nyen Busul Jite”,. Kalau kita simak bahwa Mitos itu memiliki makna dan nilai yang sangat luhur bahwa melalui mitos itu ada pesan etika dan pendidikan kepada anak cucu kita bahwa bantal itu bukan tempatnya di pantat, ini artinya setiap kita melangkah, perbuat diharapkan dengan etika yang baik, nah itu sebagian makna dari mitos tadi.

Bagaimana dengan mitos yang terdapat pada Lontar Usana Bali yang saya sebutkan tadi, bahwa Makna dari cerita ini melambangkan bahwa diBhuana Agung ini , bagaimanapun saktinya Seorang Raja, kalau  Prilakunya seperti raksasa, angkara murka, seperti Mayadenawa , Pasti akan terkalahkan oleh penegak Dharma. Sedangkan Di Bhuana Alit  Sifat raksasa pada diri Manusia Yang disebut dengan  Asuri Samvat dapat dikalahkan oleh sifat Dewa Yang Disebut dengan Daiwi samvat. Demikianlah hendaknya  di Bhuana Agung maupun di Bhuana Alit , Dharmalah Yang harus ditegakkan , jangan sampai kita dikalahkan oleh sifat-sifat raksasa./ Adharma Harus Dihilangkan . Dengan demikian dari cerita ini dapatlah dipetik makna hari raya galungan ini merupakan hari kemenangan Dharma melawan Adharma. dalam saracamuscaya sloka 16 menyebutkan ” Dharmah sada hitah pumsam dharmascaivasrayah satam dharmallokastrayastata praverttah sacarracarah, yang artinya keutamaan dharma itu sesungguhnya merupakan sumber datangnya kebahagiaan bagi yang melaksanakannya, lagi pula dharma itu merupakan perlindungan orang yang berilmu, tegasnya hanya dharma yang dapat melebur dosa triloka atau jagat tiga itu, oleh karena itu dharmalah yang harus dijujung tinggi.

Bagaimanapun saktinya Adharma ,jika diperlawankan dengan Dharma ,pada Akhirnya dimenangkan oleh dharma itu sendiri. Dalam sastra Agama Hindu tersuratkan “Satyam Eva Jayate, na Anertam” yang Artinya Hanya kebenaranlah yang akhirnya menang bukan kejahatan ataupun kecurangan .Inilah dasar keyakinan yang memberikan gambaran yang mendalampada kehidupan umat Hindu Yang lebih mempercayai diri pada hukum alam yang tidak bisa direkayasa dengan dalih kebenaran yang semu.

Umat Sedharma yang berbahagia,

Lain halnya dalam lontar JayaKusunu, yang menceritakan pemerintahan beliau raja jaya kusunu,dimana pada pemerintahan raja-raja sebelum Jayakusunu naik Tahta , keadaan negeri tidak tentram, Pemerintahan Raja-Raja  berumur pendek tidak ada raja pada masa pemerintahannya berumur panjang hingga puluhan tahun.Kemudian pada saat beliau naik tahta ,sebelumnya beliau mempersiapkan diri secara lahir – bhatin.maka beliau bertapa menghadap Bhatari Dalem.Disanalah mereka mendapatkan Wahyu /Pewisik bahwa yang menyebabkan pemerintahan raja-raja leluhur beliau tidak tentram, serta berumur pendek, adalah karena lalai melaksanakan  dharma. Begitu juga yang lebih parah adalah tidak pernah melaksanakan Upacara Yadnya. Oleh karena demikian agar mendapatkan ketentraman  dan kesejahteraan dalam pemerintahaan , beliau harus membuat melaksanakan  Pemahayuning Jagat.antara lain melaksanakan Upacara Tawur pada tileming kesanga, dan setiap enam bulan menyelenggarakan Upacara Galungan dilengkapi dengan memenjor. Begitulah wahyu yang diterima oleh Raja Jayakusunu ,dan wahyu itu ditaati dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.Sehingga didalam pemerintahaanya beliau menemukan ketentraman lahir bhatin serta kesejahteraan jagat bali ini.

Dari kedua isi lontar tersebut maka terdapatlah kesamaan antara lontar tersebut, yaitu sama-sama melupakan yadnya atau lupa terhadap ida sanghyang widhi wasa.pada ;lontar usana bali mmengedepankan Raja Maya Denawa yang angkara murka  dan tampak pada akhirnya menemui ajalnya di medan perang begitu juga dalam lontar jaya kesunu tidak sampai setahun bertahta meninggal dunia karena tidak memperhatikan yadnya yang seharusnya dilaksanakan di  perahyangan-perahyangan atau dipura-pura.

Bapak-bapak ibu-ibu umat sedharma,

Pada kesempatan yang berbahagia ini ada baiknya saya akan menguraikan mengenai rangkaian pelaksanaan hari raya Galungan. Hari raya galungan ini dimulai dari tumpek wariga dan berakhir pada Buda kliwon pahang yang disebut dengan budha kliwon pegat waken. Sedangkan puncak acaranya adalah pada hari galungan itu  sendiri yaitu buda kliwon wuku dunggulan. Tumpek wariga merupakanpemujaan terhadap ida sanghyang widi wasa  dalam prabawanya sebagai sanghyang sangkara yang menjadikan tumbuhan berkembang biak, berbunga dan berbuah serta berdaun lebat sesuai dengan kegunaannya.tujuan upacara ini adalah agar tumbuhan memberikan hasil yang sebanyak-banyaknya untuk memberikankesejahteraan hidup bagi umat manusia. Setelah tumpek wariga pada coma pahing warigadean hari ini merupakan  puja wali bhatara brahma, yang biasanya dilaksanakan di merajan , sanggah-sanggah dan paibon untuk memohon keselamatan diri. Setelah ini yang merupakan rangkaian dari upacara galungan ini adalah sugian jawa dan sugiahan bali. Pada sugihan jawa yang jatuh pada wraspati wage sungsang, tujuan dari upacara ini adalah penyucian tempat-tempat suci dan perumahan.secar makro dimaksudkan adalah pembersihan bhuana agung.yang tujuannya adalah mensetanakan dewa pitara. Bagi seorang sadaka atau wiku hal ini dilakukan dengan mengucapkan puja mantra sedangkan para yogin dengan jelas melakukan yoga semadi.

sehari setelah sugihan jawa adalah sugihan bali yang jatuh pada sukra kliwon sungsang. Hari ini merupakan  penyucian diri sendiri yang biasanya disebut dengan penyucian bhuana alit. Nah saudara pendengar yang berbahagia mengenai mengapa ada sugihan jawa dan sugian bali ini perlu ada suatu penelitia yang lebih mendalam. Jika benar bahwa hari raya galungan ini bersumber pada kemenangan bhatara indra melawan maya denawa maka perlu dipertanyakan tidakkah saat bhatara indra memohon kepada dewa pasupati di gunung semeru agar maya denawa dicabut nyawanya enam hari dari saat  gugurnya maya denawa dipakai sumber dari sugihan jawa?. Sedangkan sugihan bali adalah saat persiapan bala tentara bhatara indra di besakih waktu menyerang kerajaan bedahulu milik maya denawa menjadi sumber atau sebab adanya sugihan bali?. Nah ini merupakan suatu analisa saja. Namun kebenarannya perlu ada pengkajian yang lebih jauh lagi.

Setelah melaksanakan sugihan bali ini pada redite pahing dunggulan merupakan hari penyekeban yaitu tiga hari sebelum galungan.pada hari ini adalah turunnya sang kala tiga keduniauntukmengganggu kehidupan manusia oleh karena itu perlu kewaspadaan atau dengan jalan mulat sarira agar tidak tergoda oleh sang kala tiga ini. Diharapkan pada saat ini pratyaksa “ anyekung ikang adnyana nirmala” yang artinya setiap orang harus waspada dan menjaga kesucian dirinya. Sehari setelah penyekeban ini adalah penyajaan, secara umum diartikan sebagai hari untu membuat jajan untu yadnya perayaan hari raya galungan ini.kalu kita petik maknanya bahwa pada penyajaan ini merupakan penaklukan atau penguasaan  terhadap sang kala tiga yang turun untuk menggoda kehidupan manusia di dunia ini.dalam lontar sundari gama disebutkan para sulinggih hendanya meningkatkan tapa bratha , serta semadinya sedangkan masyarakat akan mempersiapkan alt-alat untukkepentingan yadnya. Sehari setelah penyajan galungan ini adalah penampahan galungan. Kegiatan yang dilakukan ini adalah memotong hewan untu kepentingan yadnya pada hari galungan ini. Pada hari ini sang kala tiga akan mengganggu manusia . untuk menghindarai hal ini maka diadakan upacara bhuta yadnya.sehari setelah uppenampahan galunagn ini adalah pncak upacara dari rangkaian yang saya uraikan tadi, hari ini adalah budha kliwon dunggulan yang disebut dengan hari galungan.galungan adalah hari kemenangan dharma melawan adarma.oleh karena itu hari –hari sebelumnya merupakan penyucian bhuana agaung dan bhuana alit. Penyucian dimaksudkan agar pada hari galungan ini dapat kita lakukan persembahyangan secara tulus dan hikmat kepada ida Sanghyang Widhi Wasadengan hati penuh kesucian.

Bapak-bapak, Ibu-ibu demikianlah sekelumit tentang Hari raya galungan yang kita rayakan sekarang,sebelum saya akhiri dharma wacana ini ijinkan saya menyimpulkan sedikit mengenai apa yang telah saya uraikan tadi.
  • Hari Galungan merupakan hari suci umat hindu yang datangnya setiap enam bulan sekali,
  • Hari Galungan ini memiliki makna Filosofis yaitu kemenangan Dharma melawan adharma, oleh karena itu marilah kita sebagai umat sedharma melawan semua bentu, jenis keangkaramurkaan dengan jembatan dharma, baik yang ada didalam diri maupun dibhuana agung ini.
  • Berbagai jenis rangkaian hari galungan ini semuanya itu merupakan proses untuk kemenangan dharma,
  • Adapun mitos-mitos yang menyertai pada hari galungan ini, bahwa mitos itu memiliki nilai-nilai etika, dan ada pesan moral yang terdapat dalam mitos tersebut, dan semuanya itu merupakan proses utuk meningkatkan diri dari sifat-sifat yang tidak terpuji, menuju sifat-sifat dewa dalam mengarungi  hidu ini.
  • Dan pada kesempatan ini saya berpesan kepada umat sedharma semuanya degan harapan mensyukuri apa yang telah dikaruniai oleh Ida Sanghyang Widhi wasa, dan jangan ingkar akan pelaksanaan dharma.
  • Dan yang terakhir, ijinkanlah saya mengucapkan selamat hari raya galungan dan kuningan. Semoga melalui hari raya galungan ini kita tingkatkan kesadaran diri untuk mencapai tujuan hidup yang tidak lepas dari Dharma.







Saya tutup dengan parama santih.
Om   Santih   Santih   Santih   Om.


Komentar